Kamis, 02 April 2015

OPINI CAMPUS USMUS

Revolusi pendidikan formal di Indonesia pada tahun 1900, menghadirkan hal-hal yang baik maupun tidak baik.  pada dasarnya pendidikan  merupakan sesuatu yang memberikan sebuah terang  yang menerangi kekelapan dari segala gelap gulita. Artinya pendidikan hadir  untuk memanusiakan manusia, bukan saling membodohi manusia yang satu dengan yang lainnya. Namun pada prakteknya, manusia justru menyombongkan segala pengetahuan yang ia milikinya, dan dipergunakan ilmunya secara semena-mena kepada kaum yang dikuasai. Semakin manusia belajar dan menguasai segala sesuatu baik hal positif maupun negative untuk mengakomodasi segala kepentingan diri maupun kelompok. Padahal kampus dan sekolah bukan sebuah lahan yang berbisnis dan berpolitik.
Sejak resim Soeharto beralih kepada Reformasi sudah membuka ruang demokrasi kampus atau liberalisasi kampus yang bebas menentukan serta memperjuangkan kepentingan orang banyak di muka umum sudah menjadi lasim yang memiliki kekuatan hukum yaitu undang-undang Pasal 28 dan Pasal 29 tahun 1945 di Direvisi Pada tahun 2003 Hak Asasi Manusia menjadi perlindungan kepada hak setiap manusia Indonesia yang tidak dapat diintervensi oleh orang lain. Pada abat 20 ini, kita diberadabkan dengan perang secara ideology dengan akal sehat yang mengedepankan intektual namun Nampaknya kekuasaan yang dikuasai saat ini memang dunia sangat membingungkan akibat ula manusia yang tidak bertaanggung jawab.
Seolah-olah dunia ini milik pribadi tanpa berpikir orang lain, dan transaksi nepotisme menjadi perioritas utama untuk mengeksploitasi demi mengakomodai atas kepentingan pribadi baik secara material maupun nonmaterial. Sadarkah manusia tak bisa hidup tanpa manusia lain? yang ikut andil didalam menjalankan misi bangsa dan daerah yang wujudkan secara continu dimasa yang akan datang. Bahkan memarjinalkan segala cara untuk merukikan orang lain dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia. Adannya egoisme yang dikuasai sehingga praktek sangat sulit untuk memikirkan orang lain apalagi manusia menguasai suatu kedudukan tentunya memarjinalkan segala segala cara secara semena-mena kepada orang lain yang mempunyai niat untuk memikirkan hak banyak orang. Itulah sebabnya menurut Daud mengatakan bahwa pendidikan lahir untuk selain memanusiakan manusia membodohi manusia.
Rector Universitas  Musamus (Unmus) Merauke Bersandra kepada kaum bersuara
Tepatnya pada momentum hari anti korupsi internasional,  dua dosen pergerakan ikut andil pasrtisipasi dalam mengkampanyekan bersama mahasiswa musamus sehingga selaku rector Universitas Musamus (Philipus Betaubun, ST,MT) menskrosing dosen tersebut. Bukankah saat ini korupsi marjalela di Indonesia? Indonesia saat ini berada urutan dua terkorup dunia yang perlu kita kaum aktivis dan lembaga anti korupsi melihat secara seksama. Seperti yang diamanatkan dalam undang-undang bahwa warga Negara Indonesia berhak menyampaikan pendapat dimuka umum, itu artinya otoritas manusia sepenuhnya ditangan sendiri tanpa intervensi dari orang lain.
Namun para antek korupsi rector tersebut Sandra ruang demokrasi dan hak asasi manusia kepada dua activis atau dosen pergerakan yang sampai hari ini rasa peduli sesama manusia dan mempunyai hati nurani untuk menyelamatkan hak banyak orang di Indonesia. Apalagi kita melihat konteks lokalnya, dipapua baru ingin melahirkan activis yang bisa melihat hal-hal frontal oleh aksi pemerintah daerah dan elit-elit lokal yang menguasai dan menjual masyarakatnya sendiri tanpa memikirkan nyawa untuk hidup sungguh manusia durhaka,angguh, militansi di wilayah nepotisme. Kapankah akan melihat tangisan rakyatku? Bisa harus optimis bahwa aktivis papua mari bersemangat mendidik rakyat dengan dengan pergerakan mendidik pemerintah dengan perlawanan.
Upaya yang dilakukan oleh rector Universitas Musamus (Philipus Betaubun, ST,MT) adalah mematikan roh aktivis papua yang ingin muncul dipermukan untuk mengawal masyarakat papua yang sekian tahun digorokoti oleh kaum penguasa lokal sudah menjadi hal yang lumra untuk oligargi kekuasan dan menyiksakan rakyatnya sendiri. Rector tersebut kali ini, rekayasa kekuatan hukun universitas dan melalukan semena-mena terhadap kaum bersuara dan membangun pos polisi di arena kampus betapa lelucon membuat sejarah baru hal aneh diseluruh dunia tidak ada namanya polisi kampus tetapi security kampus seyogyanya, kemungkinan besar beliau datang dari kampung, tindakan hal kecil aneh-aneh bagaiman konsep untuk memanusiakan manusia? Sungguh tidak mungkin menerapkan hal-hal yang relevan dengan dunia modern, orang seperti ini tidak layak karena kami wilayah papua sangat membutuhkan Sumber Daya manusia yang handal, porfesional dan loyalitas yang berbasis pendidikan baik dasar sampai pada perguruan tinggi. Namun prakteknya seperti ini, secara otomatis sudah membunuh karakter pemuda dan mahasiswa untuk melawan hal-hal negative berakibat birokrasi kampus maupun pemerintah.
Private terselubung dibalik Universitas  Musamus (Unmus) Merauke
Terheboh masyarakat papua Masalah skorsing kedua kaum bersuara di universitas Musamus, pemerintah daerah kabupaten merauke terbungkam atas peristiwa ini. Tidak satupu ada aksi dari bupati merauke berbuatan nyta terhadap kasus tersebut, padahal legalitas hukum yang bertanggung jwabkan melalui pemerintah daerah untuk mencega dari masalah. Bupati sendiri mengakui dirinya bagian keluarga pimpinan universitas musamus. Dibawah pimpinan Philipus Betaubun, ST,MT memperlakukan praktek nepotisme , idealnya sarana umum seperti sekolah bukan milik pribadi melainkan milik banyak dimana menyatukan berbagai budaya yang saling mempelajari dan mengenal sehingga memberikan kontribusi serta pengaruh baru yang mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Namun pratigma seseorang menguasai suatu kedudukan distigmakan cenderung pada milik pribadi sehingga seringkali terjadi hal negate imagesnya.
Selama ini, dikampus universitas musamus birokrasi kampusnya hanya satu rumpun yang kuasai yaitu keluarga rector, ibaratkan kampus yayasan, sebenarnya kamupus negeri adalah milik pemerintah untuk memperdayakan ilmu pengetahuan kontribus berbasis pemerintah dimana segala penunjang regulasinya disiapkan oleh pemerintah. Namun kasus yang telah terjadi di dikampus Unmus adalah rector berbagai cara untuk menguasa dan dijadikan kampus keluarga. Kemudian ketika peristiwa ini, telah terjadi ia melaukan berbagai cara untuk membenarkan diri, padahal nyata-nyatanya sudah melanggar undang-undang yaitu memarjinalkan menyampaikan pendapat dimuka umum. Apakah hal ini bisa benarkan? Tidak! Segera turun dari jabatan sebagai rector,karena orang-orang seperti inilah yang dapat membodohi sesama manusia dan memacetkan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com